Pages

Kamis, 07 Januari 2010

Penyakit Menular dan Tidak Menular

Dewasa ini tingkat angka kematian baik di Indonesia maupun di dunia secara globalnya relatif meningkat pertahunnya, hal ini baik disebabkan kecelakaan, proses penuaan yang menyebabkan kelamahan fungsi organ tubuh ataupun karena menderita berbagai macam penyakit. Kita mengenal berbagai macam nama penyakit dan istilahnya baik itu penyakit menular maupun penyakit tidak menular.

Penyakit menular yang juga dikenal sebagai penyakit infeksi dalam istilah medis adalah sebuah penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi (seperti virus, bakteria atau parasit), bukan disebabkan faktor fisik (seperti luka bakar dan trauma benturan) atau kimia (seperti keracunan) yang mana bisa ditularkan atau menular kepada orang lain melalui media tertentu seperti udara (TBC, Infulenza dll), tempat makan dan minum yang kurang bersih pencuciannya (Hepatitis, Typhoid/Types dll), Jarum suntik dan transfusi darah (HIV Aids, Hepatitis dll).

Adapun penyakit yang tidak menular adalah penyakit yang diderita pasien yang pada umumnya disebakan bawaan/keturunan, kecacatan akibat kesalahan proses kelahiran, dampak dari berbagai penggunaan obat atau konsumsi makanan serta minuman termasuk merokok, kondisi stress yang mengakibatkan gangguan kejiwaan. Lebih lanjut akan kita bahas satu persatu berbagai macam penyakit baik itu yang menular ataupun penyakit tidak menular yang kerap diderita manusia, termasuk gajala dan proses penanganan atau pengobatannya baik dari obat-obatan medis (kimia) maupun obat-obatan tradisional.


Penyakit Menular

Pahami Lingkungan Berantas Penyakit Menular

PEMBAGIAN kelambu tidak menjamin penurunan kasus malaria, pengasapan tidak mampu menekan kasus demam berdarah dengue. Buktinya, daerah yang mengalami kejadian luar biasa (KLB) malaria dan demam berdarah dengue makin meluas dengan kekerapan makin tinggi.

KALAU penyakit menular diibaratkan musuh, untuk memenangi pertempuran perlu mengenali faktor yang terkait dengan musuh itu.

Menurut Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan (P2M&PL Depkes) Prof Dr dr Umar Fahmi Achmadi MPH yang juga guru besar ilmu kesehatan lingkungan dan kesehatan kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, ada empat faktor yang berperan dalam dinamika transmisi penyakit menular. Yaitu sumber penyakit, vektor, barrier (penghalang) antara vektor dengan populasi yang berisiko serta kekebalan manusia.

Identifikasi, intervensi dan pengelolaan terhadap keempat faktor plus faktor kelima, yaitu perawatan penderita penyakit menjadi satu kesatuan simpul manajemen bisa meningkatkan upaya pemberantasan penyakit menular. Hal ini menjadi tantangan bagi para pengelola program kesehatan di daerah (kabupaten/kota) di era desentralisasi.

SUMBER penyakit atau penderita penyakit perlu segera ditemukan dan diobati sampai sembuh. Jika ini dilakukan, keberadaan vektor tidak akan berarti, karena tak ada sumber dari virus, bakteri ataupun parasit yang bisa ditularkan.

Namun, hal ini tidak mudah, mengingat mobilitas penduduk sangat tinggi ditunjang perkembangan sarana perhubungan dan transportasi. Perpindahan penduduk dari satu tempat ke tempat lain, khususnya dari daerah rawan penyakit menular ke daerah lain, menyebabkan daerah yang telah bebas dari penyakit terkena kembali. Hal itu terjadi pada wilayah Banyumas yang dinyatakan aman dari malaria sejak 15 tahun terakhir, tetapi kini terjangkit kembali.

Hal kedua, vektor dalam hal ini binatang yang menjadi perantara penularan misalnya nyamuk pada kasus malaria dan demam berdarah dengue perlu dicegah perkembangbiakannya.

Sebagaimana diungkapkan Menteri Kesehatan Achmad Sujudi dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR-RI akhir Februari lalu, aktivitas masyarakat berperan dalam meningkatkan perkembangbiakan nyamuk.

Contohnya, peningkatan kepadatan penduduk mendorong pembukaan hutan dan penghunian kawasan perbukitan seperti Bukit Menoreh di perbatasan Kabupaten Kulon Progo, Purworejo, dan Magelang, Jawa Tengah. Akibatnya, di kawasan Menoreh banyak genangan air dan sungai kecil yang merupakan tempat perindukan nyamuk penular malaria, Anopheles balabacensis dan A maculatus.

Hal serupa terjadi akibat aktivitas masyarakat dan perusahaan yang kurang peduli lingkungan. Misalnya, genangan air pada bekas galian pasir di Pulau Batam dan Bintan menjadi tempat nyamuk berkembangbiak.

Tambak ikan atau udang yang ditinggalkan pemilik terutama saat krisis moneter seperti terjadi di Lampung, mengakibatkan populasi nyamuk A sundaicus dan A subpictus meningkat. Mereka tumbuh pesat di permukaan air tambak yang ditumbuhi lumut.

Untuk menekan perkembangbiakan nyamuk, seyogianya bekas galian ditimbun, tambak telantar ditanami ikan nila yang makan jentik nyamuk.

Menurut Umar, dalam perkembangan penyakit menular, ada beberapa variabel berpengaruh. Antara lain iklim, faktor politik, dan kondisi sosial ekonomi.

Faktor iklim, seperti musim penghujan, kemarau, La Nina, El Nino, dan sebagainya mempengaruhi pola penyakit.

“Air hujan meningkatkan perkembangbiakan nyamuk, kelembaban mendorong pertumbuhan bakteri penyebab diare. Pengelola program kesehatan dalam hal ini dinas kesehatan harus memahami hal ini untuk mengantisipasi datangnya penyakit,” papar Umar.

Untuk itu Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan serta Ditjen P2M&PL membuat kelompok kerja yang melakukan kajian iklim dan kesehatan.

Umar menggagas perlunya memanfaatkan teknologi satelit -yang selama ini digunakan untuk memandu penanaman padi gogo rancah-untuk memprediksi penyakit dan faktor risiko kesehatan.

Menurut Umar, dinas kesehatan harus mampu mengidentifikasi jenis nyamuk yang ada di wilayah kerjanya. Misalnya jenis nyamuk malaria, apakah A sundaicus, A subpictus, A maculatus, atau A balabacensis. Pasalnya, tiap jenis nyamuk memiliki jam mencari makan berbeda. Ada yang mengisap darah menjelang pagi, sore, atau malam.

Hal ini menentukan pencegahan penularan penyakit. Sebagai gambaran di perbukitan Menoreh umumnya penduduk digigit nyamuk malaria saat nongkrong di luar rumah pada malam hari dengan bertelanjang dada karena udara daerah itu relatif panas. Sementara penduduk Pulau Bangka digigit nyamuk waktu menunggu tanaman lada di kebun.

Dalam kasus seperti ini pembagian kelambu tidak banyak gunanya. Barrier yang lebih tepat adalah penggunaan zat penolak serangga (mosquito repellent) serta mengubah perilaku penduduk agar mengenakan pakaian tertutup, sehingga nyamuk tak bisa menggigit.

Jika nyamuk yang ada di suatu wilayah adalah jenis nyamuk yang menggigit binatang dan manusia, untuk membentengi manusia dilakukan pemeliharaan hewan ternak di sekeliling rumah.

Kelembaban dan suhu juga mempengaruhi perilaku nyamuk. Suhu hangat dan lembab membuat nyamuk mudah berkembangbiak dan agresif mengisap darah. Hal itu bisa menjelaskan mengapa awal musim penghujan serta akhir musim penghujan menjelang musim kemarau merupakan waktu rawan terjadi KLB demam berdarah dengue.

“Hal-hal seperti harus diantisipasi sehingga bisa dilakukan tindak pencegahan yang diperlukan,” saran Umar.

Pencegahan sejumlah penyakit menular juga bisa dilakukan dengan meningkatkan kekebalan tubuh manusia, yaitu melakukan imunisasi. Karenanya, cakupan imunisasi perlu ditingkatkan dan dijaga tetap tinggi. Hal ini membantu penduduk untuk tetap sehat dan produktif.

YANG sering terjadi, kalau ada orang sakit berobat di rumah sakit tidak dilaporkan ke dinas kesehatan. Akibatnya, penyakit menular merebak tanpa diketahui pengelola program kesehatan. Dinas kesehatan baru kelabakan saat terjadi KLB.

Hal itu menunjukkan pentingnya manajemen P2M&PL terpadu berbasis wilayah. Model ini sedang dikembangkan Ditjen P2M&PL dan mulai dimasukkan dalam kurikulum pelatihan para kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.

Model yang dikembangkan bertujuan memperkuat program pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan di daerah secara komprehensif. Yakni berdasarkan data dan informasi tenaga epidemiologi daerah, kerja sama dengan mitra di luar kesehatan serta kerja sama antarwilayah.

Kapasitas dinas kesehatan dikembangkan agar mampu membuat jejaring kerja dengan stakeholders (para pihak) di wilayah kerjanya. Misalnya dengan rumah sakit dan instansi lain. Jika mendapat informasi pada awal keberadaan penyakit menular atau adanya faktor risiko kesehatan, dinas kesehatan bisa segera mengambil tindakan yang diperlukan.

Sumber daya manusia yang diperlukan dalam pemberantasan penyakit menular terutama ahli epidemiologi, entomologi, dan sanitarian.

Dengan alasan itu pula Depkes mengusulkan perlunya dihidupkan kembali jabatan juru atau petugas lapangan untuk membantu tugas para ahli itu.

Setidaknya perlu satu petugas lapangan per desa untuk mencari kasus secara aktif, merujuk ke pemberi pelayanan kesehatan, mensupervisi perawatan di rumah. Selain itu mendeteksi faktor risiko kesehatan, misalnya pengawasan jentik nyamuk serta mengembangkan upaya perilaku hidup sehat pada masyarakat.

Upaya itu tentu memerlukan dedikasi para pelaksana serta kemauan politik pengambil keputusan di daerah termasuk pengalokasian anggaran yang memadai.

Sudah saatnya kesehatan masyarakat dipandang sebagai investasi pembangunan. Tanpa penduduk yang sehat dan mampu bekerja mustahil suatu daerah bisa membangun. (ATK)

Harian KOMPAS, 09 Maret 2003


Penyakit Menular

PROGRAM PENGAWASAN, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYAKIT TIDAK MENULAR 1

Pokok Persoalan dan Tantangan :

Kini suatu upaya yang terpadu sedang berjalan untuk mengembangkan Pengamatan Risiko Terhadap Penyakit Tidak Menular (NCD Control), dengan mengadaptasi Rencana Global dan Regional. Tiga komponen utama diadopsi, yaitu: pengamatan faktor-faktor risiko, upaya peningkatan kesehatan yang terpadu dan penghantaran perawatan kesehatan yang direformasi. Dokumen ini diharapkan akan selesai sebelum akhir tahun 2003.

Pendekatan STEPwise dari WHO untuk Pengamatan Faktor Risiko telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia selama tahun 2002-03. STEP 1 juga telah dimasukkan ke dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional - Modul Kesehatan sebagai bagian dari SURKESNAS. Selain itu, dengan pendanaan gabungan dari SEARO dan Kantor Negara, pendekatan Stepwise telah digunakan di bidang demonstrasi mengarah pada pengembangan pendekatan yang berbasis komunitas dalam pengawasan penyakit tidak menular. Disamping itu, instrumen- instrumen ini telah diperkenalkan oleh pemerintah setempat dan juga universitas guna meningkatkan pengadopsian dari instrumen-instrumen ini untuk penerapan yang lebih lanjut. Namun, rencana pembangunan nasional tentang pengamatan terhadap penyakit yang tidak menular yang utama masih perlu dikembangkan untuk mencapai sebuah konsensus dalam pengamatan terhadap penyakit yang tidak menular. Perbedaan dalam pendekatan dari dasar penyakit dan fakto risiko berdasarkan pengamatan harus saling melengkapi dan mendapatkan kepentingan yang seimbang.

Projek uji coba sedang berjalan di Depok dengan gabungan dana dari SEARO dan Kantor Negara untuk mengembangkan pendekatan yang berbasis komunitas dalam pencegahan dan pengawasan penyakit yang tidak menular yang utama. Ini adalah projek yang berlangsung lama, terutama jika kita ingin melihat perubahan perilaku. Maka, upaya yang konsisten harus ada supaya kita dapat mencapai suatu kesimpulan.

Dalam waktu 2002-3, pertemuan-pertemuan persiapan telah dilakukan untuk membentuk suatu jaringan nasional untuk pencegahan dan pengawasan dari penyakit yang tidak menular yang utama. Meskipun sektor publik/ DepKes tetap menjadi agen utama bagi pergerakan ini, ada potensi yang besar dalam sektor swasta seperti LSM yang sangat aktif dalam pencegahan dan pengawasan faktor risiko dari penyakit yang tidak menular. Maka dari itu, jaringan ini perlu didukung lebih jauh lagi.

Tantangannya kini adalah untuk melanjutkan upaya-upaya dan untuk menyokong para pemegang kepentingan yang utama untuk memungkinkan negara untuk mengantisipasi wabah penyakit yang tidak menular yang akan datang.

Sasaran :

Menerapkan Program Pembangunan Nasional untuk pencegahan dan pengawasan penyakit yang tidak menular.


PROGRAM PENGAWASAN, PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TERHADAP PENYAKIT TIDAK MENULAR 2

Pokok Persoalan dan Tantangan :

Indonesia masih ketinggalan dalam upaya untuk memerangi kebutaan yang diakibatkan oleh katarak. Dalam kurun waktu 2002-3 beberapa petugas pemerintah telah mendapatkan pelatihan dalam Program Pengelolaan Perawatan Mata di Madurai dan di beberapa tempat. Rencana Pembangunan Nasional untuk penanggulangan kebutaan baru saja dikeluarkan, maka ini harus benar-benar didukung, dan terutama bahwa Penglihatan 2020 bukan program prioritas teratas di negeri ini.

Sasaran :

Penerapan dukungan teknis dalam rencana pembangunan untuk pencegahan dan penanggulangan kebutaan.

0 komentar:

Posting Komentar