Pages

Sabtu, 30 Januari 2010

Pengertian Wakaf

Pengertian Wakaf

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang bererti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359).

Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.

Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.

Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).

Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Rukun Wakaf


Rukun Wakaf Ada empat rukun yang mesti dipenuhi dalam berwakaf. Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif). Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi). Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).

Syarat-Syarat Wakaf

1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.

2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).

3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.

4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
Obyek Wakaf
Menurut UU No. 40 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang dapat diwakafkan hanya harta benda yang dimiliki atau dikuasai pewakaf secara sah. Harta benda wakaf dapat terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak termasuk (i) hak atas tanah baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (ii) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah; (iii) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (iv) hak milik atas satuan rumah susun; (v) benda tidak bergerak lain yang sesuai ketentuan syariah dan perundang-undangan yang berlaku. Benda bergerak antara lain berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain yang sesuai peraturan.

A. Definisi Wakaf

1. Etimologi
Ibnu Faris berkata: Wakaf, terdiri atas 3 huruf: wau, qaf, dan fa’, adalah satu kata yang berarti memandegkan kemudian dicompare, dan wakaf adalah …
Al-Fayumi berkata: Aku mewakafkan hewan tunggangan. Ini artinya aku memandegkannya …dst.

Wakaf adalah menahan sesuatu dan mengalirkan (Lihat: Shihah 4/1440, Lisan Al-Arab 9/359, Al-Muthali’ 285. Misalnya: Aku mewakafkan kendaraan tunggangan. Artinya: Aku me memandegkannya dan mempersiapkannya untuk fii sabilillah. Misalnya: Aku mewakafkan sebidang tanah. Ini artinya tanah tersebut menjadi mandeg, tidak bias dijual atau diwariskan.

2. Terminologi
Ada perbedaan penjelasan dari para fuqaha (ahli fiqh) dalam memberikan definisi wakaf secara syar’iy. Perbedaan ini karena adanya perbedaan pandangan mereka tentang barang apa saja yang bisa diwakafkan dan yang tidak bias, kelanggengan barang tersebut setelah diwakafkan, dan yang lainnya.


Definisi-definisi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Wakaf adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa. Definisi ini dipegang oleh madzhab Syafi’iy dan Hanbaly. Sebagian mereka meringkas definisi ini dengan satu kalimat ringkas, yaitu menahan pokok hartanya dan mengalirkan manfaatnya. (Lihat: Al-Iqna Syarbini 2/26, Fathul Wahhab 2/256, Tuhfatul Muhtaj 6/235, Al-Mughni 8/184). Al-Mardawi berkata: Maksud dari batasan ini adalah untuk persyaratan wakaf sebagaimana yang sudah dikenal dan sebagian ulama menambahkan persyaratan-persyaratan lainnya dalam definisi. (Lihat: Al-Inshaf: 7/3)

Obyek Wakaf
Menurut UU No. 40 Tahun 2004 tentang Wakaf, yang dapat diwakafkan hanya harta benda yang dimiliki atau dikuasai pewakaf secara sah. Harta benda wakaf dapat terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Benda tidak bergerak termasuk (i) hak atas tanah baik yang sudah maupun yang belum terdaftar; (ii) bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah; (iii) tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; (iv) hak milik atas satuan rumah susun; (v) benda tidak bergerak lain yang sesuai ketentuan syariah dan perundang-undangan yang berlaku. Benda bergerak antara lain berupa uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lain yang sesuai peraturan.
Syarat Wakaf
Ketika hendak mewakafkan harta bendanya, pewakaf wajib mengucapkan ikrar wakaf di hadapan pejabat pembuat akta, ditambah dua orang saksi. Ikrar wakaf adalah dari pewakaf kepada orang yang diserahi mengurus harta benda wakaf (nadzir). Ikrar dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Pewakaf dapat memberikan kuasa untuk menyatakan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan secara hukum, misalnya karena penyakit. Akta ini minimal harus memuat pewakaf dan nadzir, data harta yang diwakafkan, peruntukan, dan jangka waktu wakaf.

Sertifikasi Tanah Wakaf
Dalam praktek di Indonesia, masih sering ditemui tanah wakaf yang tidak disertifikatkan. Sertifikasi wakaf diperlukan demi tertib administrasi dan kepastian hak bila terjadi sengketa atau masalah hukum. Sertifikasi tanah wakaf dilakukan secara bersama oleh Departemen Agama dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Pada tahun 2004, kedua lembaga ini mengeluarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Kepala BPN No. 422 Tahun 2004 tentang Sertifikasi Tanah Wakaf. Proses sertifikasi tanah wakaf dibebankan kepada anggaran Departemen Agama.
Ruilslag Tanah Wakaf
Nadzir wajib mengelola harta benda wakaf sesuai peruntukan. Ia dapat mengembangkan potensi wakaf asalkan tidak mengurangi tujuan dan peruntukan wakaf. Dalam praktek, acapkali terjadi permintaan untuk menukar guling (ruilslag) tanah wakaf karena alasan tertentu. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 memperbolehkan tukar guling atau penukaran harta benda wakaf dengan syarat harus ada persetujuan dari Menteri Agama.

Sengketa Wakaf
Penyelesaian sengketa wakaf pada dasarnya harus ditempuh melalui musyawarah. Apabila mekanisme musyawarah tidak membuahkan hasil, sengketa dapat dilakukan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Contoh kasus (Moch Yunus vs H. Zaki Gufron dkk)
Mardjoeki Toyib menikahi Moedjenah namun tidak membuahkan anak. Sebelumnya, Ny. Moedjenah sudah pernah menikah dengan orang lain dan memiliki seorang anak bernama Herman. Ketika hidup dengan Toyib, Ny Moedjenah juga mengasuh anak sepupunya, Ny Malikah, bernama Moch Yunus. Yunus merasa dirinya sebagai anak angkat. Pada awal November 1991, setelah suaminya wafat, Moedjenah mewakafkan tanah dan rumah di Jalan Paneleh Surabaya kepada pengurus (takmir) masjid setempat. Dua tahun kemudian Moedjenah dan takmir wafat. Yunus berusaha menguasai tanah wakaf. Perkara ini bergulir ke pengadilan, dimana Yunus menggugat H. Zaki Gufron (pengurus Masjid Paneleh) dan Yayasan Ketakmiran Masjid Paneleh. Yunus berdalih sudah mendapat hibah wasiat atas tanah, dan meminta hakim membatalkan ikrar wakaf.
Pengadilan Agama (PA)nSurabaya memutuskan tanah yang diwakafkan belum pernah dibagi kepada ahli waris padahal tanah itu adalah harta bersama. Pengadilan Tinggi Agama (PTA) menyatakan akta hibah wasiat baru merupakan bukti permulaan karena akta di bawah tangan, yang tidak didukung bukti lain. Menurut PTA, perbuatan hukum wakaf sudah sah.
Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak gugatan Yunus, dan mengabulkan gugatan rekonpensi dari tergugat. Surat Pernyataan Wakaf tertanggal 5 November 1991 adalah sah menurut hukum. Register putusan No. 57K/AG/1999 tanggal 27 April 2000. Majelis hakim H. Taufiq, H. Zainal Abidin Abubakar, dan H. Chabib Sjarbini.
Lembaga Terkait
• Badan Wakaf Indonesia (BWI). Dibentuk sebagai lembaga independen yang secara umum bertugas mengembangkan perwakafan nasional. Badan ini melakukan pembinaan terhadap nadzir, memberi izin perubahan peruntukan benda wakaf, memberi izin penukaran benda wakaf, dan memberi pertimbangan kepada Pemerintah mengenai wakaf. Anggota BWI antara 20-30 orang yang berasal dari unsur masyarakat dengan masa tugas tiga tahun. Anggota BWI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Tanggung jawab BWI dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit dan disampaikan kepada Menteri Agama.
• Tabung Wakaf Indonesia. Berkantor pusat di Jakarta, Tabung Wakaf Indonesia adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang banyak berkiprah menangani dan mengkaji masalah-masalah wakaf. Lembaga ini juga mengelola wakaf sosial, wakaf produktif, dan program recovery di daerah bencana. Tabung Wakaf juga menyediakan layanan konsultasi masalah wakaf melalui media cetak dan online.


PENGERTIAN WAKAF

Menurut fikih
1. Pengertian pertama “ Menahan asal ( pokok ) harta dan mendermakan hasilnya serta memanfaatkannya di jalan Allah”
2. Pengertian kedua : ” Suatu bentuk pemberian yang menghendaki penahanan asal harta dan mendermakan hasilnya pada jalan yang bermanfaat”
Dengan demikian wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir (pengelola atau pengurus wakaf ) atau kesuatu badan pengelola. Dengan ketetntuan bahwa hasil atau manfaatnya dipergunakan sesuai dengan ajaran Islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula milik tempat menyerahkan ( nadzir ), tetapi menjadi milik Allah ( hak ummat ).
Menurut Undang-undang
1. Peraturan pemerintah no.28 tahun 1977:
"Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan kelembagaannya untuk selama-lamanya unrtuk kepentingan atau keperluan ummat lainnya sesuai ajaran Islam.”
2. Wakaf diatur juga dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dinyatakan:
” Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan kelembagaannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai ajaran Islam”.
3. Undang-undang Wakag Nomor 41 Tahun 2004 :
"Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan sebagian benda miliknya, untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangkawaktu tertentu sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadaha dan / atau kesejahteraan umum menurut syariah.”
JENIS-JENIS WAKAF
Wakaf Zurry / Wakaf Ahli
Ialah wakaf yang dikhususkan oleh orang yang berwakaf untuk kerebatnya, seperti anak, cucu, saudara atau ibu bapaknya. Wakaf seperti ini bertujuan untuk membela nasib mereka. Dalam konsepsi hukum Islam, seseorang yang punya harta yang hendak mewakafkan sebagian hartanya sebaiknya lebih dahulu melihat kepadasanak famili. Bila ada diantara mereka yang sedang membutuhkan pertolongannya, maka wakaf lebih afdhol diberikan kepada mereka..
Wakaf Khairy
Ialah wakaf yang diperuntukan untuk amal kebaikan secara umum atau maslahatul ummat, seperti untuk masjid, sekolah, rumah sakit, panti asuhan dan semisal itu. Atau mewakafkan harta untuk kepentingan sosial ekonomi orang-orang misin, anak yatim dan sebagainya.
RUKUN dan SYARAT WAKAF
Secara Umum
1. Adanya Wakif ( Orang yang berwakaf )
2. Maukuf Alaih atau Nadzir ( Orang yang emenrima wakaf )
3. Maukuf ( benda yang diwakafkan )
4. Sighot atau Ikrar
5. Peruntukan harta benda wakaf
6. Jangka waktu wakaf
Syarat Wakif
1. Dewasa
2. Berakal sehat
3. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
4. Pemilik syah harta benda wakaf
Syarat Nadzir
1. Hadir waktu penyerahan wakaf
2. Harus ahli untuk memiliki dan mengelola harta yang diwakafkan
3. Bukan orang yang durhaka kepada Allah
4. Jelas tidak diragukan kebenarannya ( lihat UU no 41 th 2004 Pasal 10 s/d 14 )
Syarat Maukuf
1. Benda tidak bergerak ( tanah, bangunan, tanaman, dll )
2. Benda bergerak ( harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas kekayaan intelektual, haksewa dan lain-lain )
Syarat Sighot
Harus dilaksanakan oleh wakif kepada nadzir dihadapan PPAIW (Pejabat Pembuat Akte Ikrar Wakaf ) dengan disaksiksn oleh 2 ( dua ) orang saksi. Ikrar wakaf dinyatakan secara lisan atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.




SELESAI

0 komentar:

Posting Komentar